Sabtu, 28 November 2009

Tata bahasa jerman

Lektion 3

Bestimmter Artikel II (Genitiv & Dativ)
Singular
Genitiv Dativ
maskulin des (Tisches) dem (Tisch)
feminin der (Schule) der (Schule)
neutrum des (Kleides) dem (Kleid)


Plural
Genitiv Dativ
maskulin der (Tische) den (Tischen)
feminin der (Schulen) den (Schulen)
neutrum der (Kleider) den (Kleidern)

Unbestimmter Artikel II (Genitiv & Dativ)
Singular
Genitiv Dativ
maskulin eines (Tisches) einem (Tisch)
feminin einer (Schule) einer (Schule)
neutrum eines (Kleides) einem (Kleid)


Plural
Genitiv Dativ
maskulin - (Tische) - (Tischen)
feminin - (Schulen) - (Schulen)
neutrum - (Kleider) - (Kleidern)

==Lektion 4== Konjugation der Modalverben I (können, dürfen, mögen)
Singular Plural
1. Person ich kann wir könn-en
2. Person du kann-st ihr könn-t
3. Person er kann sie könn-en
sie kann
es kann
Sie könn-en Sie könn-en

Konjugation der Modalverben II (wollen)
Singular Plural
1. Person ich will wir woll-en
2. Person du will-st ihr woll-t
3. Person er will Sie woll-en
sie will
es will
Sie woll-en Sie woll-en





Konjugation der Modalverben III (müssen, sollen)
Singular Plural
1. Person ich muss wir müss-en
2. Person du mus-st ihr müss-t
3. Person er muss Sie müss-en
sie muss
es muss
Sie müss-en Sie müss-en
Lektion 5

Personalpronomen II (Dativ)
Singular Plural
1. Person mir (ich) uns (wir)
2. Person dir (du) euch (ihr)
3. Person ihm (er) ihnen (sie)
ihr (sie)
ihm (es)
Ihnen (Sie) Ihnen (Sie)
(Höflichkeitsform)(Höflichkeitsform)


Personalpronomen III (Akkusativ)
Singular Plural
1. Person mich (ich) uns (wir)
2. Person dich (du) euch (ihr)
3. Person ihn (er) sie (sie)
sie (sie)
es (es)
Sie (Sie) Sie (Sie)
(Höflichkeitsform)(Höflichkeitsform)


Konjugation Präsens IV (einkaufen)
Singular Plural
1. Person ich kauf-e ein wir kauf-en ein
2. Person du kauf-st ein ihr kauf-t ein
3. Person er kauf-t ein sie kauf-en ein
sie kauf-t ein
es kauf-t ein
Sie kauf-en ein Sie kauf-en ein
[sunting]
Lektion 6

Possessivpronomen I (Übersicht)
Singular Plural
1. Person mein (ich) unser (wir)
2. Person dein (du) euer (ihr)
3. Person sein (er) ihr (sie)
ihr (sie)
sein (es)
Ihr (Sie) Ihr (Sie)
(Höflichkeitsform)(Höflichkeitsform)


Possessivpronomen II (Deklination - Singular)
Maskulin (der) Feminin (die) Neutrum (das)
Nominativ mein meine mein
Genitiv meines meiner meines
Dativ meinem meiner meinem
Akkusativ meinen meine mein


Possessivpronomen III (Deklination - Plural)
Maskulin (der) Feminin (die) Neutrum (das)
Nominativ meine meine meine
Genitiv meiner meiner meiner
Dativ meinen meinen meinen
Akkusativ meine meine meine
[sunting]
Lektion 7

Präpositionen I (mit Dativ)
Maskulin Feminin Neutrum
mit mit dem Mann mit der Frau mit dem Kind
Ebenso: aus, bei, nach, von, zu

Präpositionen II (mit Akkusativ)
Maskulin Feminin Neutrum
ohne ohne den Mann ohne die Frau ohne das Kind
Ebenso: bis, durch, für, gegen, um
[sunting]
Lektion 8

Wechselpräpositionen I (mit Dativ / Wo)
Maskulin Feminin Neutrum
in Ich bin in dem Garten. Ich bin in der Schule. Ich bin in dem Haus.


Wechselpräpositionen II (mit Akkusativ / Wohin)
Maskulin Feminin Neutrum
in Ich gehe in den Garten. Ich gehe in dieSchule. Ich gehe in das Haus.
Ebenso: an, auf, hinter, in, neben, über, unter, vor, zwischen
[sunting]
Lektion 9

Konjugation Präteritum I (schwache Verben)
Singular Plural
1. Person ich sag-te wir sag-ten
2. Person du sag-test ihr sag-tet
3. Person er sag-te sie sag-ten
sie sag-te
es sag-te

Konjugation Präteritum II (haben)
Singular Plural
1. Person ich hat-te wir hat-ten
2. Person du hat-test ihr hat-tet
3. Person er hat-te sie hat-ten
sie hat-te
es hat-te


Konjugation Präteritum III (starke Verben)
Singular Plural
1. Person ich ging wir ging-en
2. Person du ging-st ihr ging-t
3. Person er ging sie ging-en
sie ging
es ging




Konjugation Präteritum IV (sein)
Singular Plural
1. Person ich war wir war-en
2. Person du war-st ihr war-t
3. Person er war sie war-en
sie war
es war
[sunting]
Lektion 10

Konjugation Perfekt I (schwache Verben) am Beispiel sagen
Singular Plural
1. Person ich habe ge-sag-t wir haben ge-sag-t
2. Person du hast ge-sag-t ihr habt ge-sag-t
3. Person er hat ge-sag-t sie haben ge-sag-t
sie hat ge-sag-t
es hat ge-sag-t




Konjugation Perfekt II (haben)
Singular Plural
1. Person ich habe ge-hab-t wir haben ge-hab-t
2. Person du hast ge-hab-t ihr habt ge-hab-t
3. Person er hat ge-hab-t sie haben ge-hab-t
sie hat ge-hab-t
es hat ge-hab-t


Konjugation Perfekt III (starke Verben) am Beispiel schreiben
Singular Plural
1. Person ich habe ge-schrieben wir haben ge-schrieben
2. Person du hast ge-schrieben ihr habt ge-schrieben
3. Person er hat ge-schrieben sie haben ge-schrieben
sie hat ge-schrieben
es hat ge-schrieben



Konjugation Perfekt IV (sein)
Singular Plural
1. Person ich bin gewesen wir sind gewesen
2. Person du bist gewesen ihr seid gewesen
3. Person er ist gewesen sie sind gewesen
sie ist gewesen
es ist gewesen



Perfekt V (haben oder sein)
Regel
haben die meisten Verben, alle transitiven Verben
sein intransitive, meistens starke Verben der Bewegung(Ortswechsel)
Beispiel
haben schlafen, sprechen, fragen, trinken, essen, kaufen, sehen
sein kommen, gehen, laufen, fahren, springen, sein(!)
, bleiben(!)
Bestimmter Artikel I (Nominativ & Akkusativ) adalah artikulasi yg teratur
Singular
Nominativ Akkusativ
maskulin der (Tisch) den (Tisch)
feminin die (Schule) die (Schule)
neutrum das (Kleid) das (Kleid)


Plural
Nominativ Akkusativ
maskulin die (Tische) die (Tische)
feminin die (Schulen) die (Schulen)
neutrum die (Kleider) die (Kleider)

Unbestimmter Artikel I (Nominativ & Akkusativ) adalah artikulasi yg tidak teratur
Singular
Nominativ Akkusativ
maskulin ein (Tisch) einen (Tisch)
feminin eine (Schule) eine (Schule)
neutrum ein (Kleid) ein (Kleid)


Plural
Nominativ Akkusativ
maskulin - (Tische) - (Tische)
feminin - (Schulen) - (Schulen)
neutrum - (Kleider) - (Kleider)

Tata bahasa Jerman

Personalpronomen I (Nominativ)
Singular Plural
1. Person ich wir
2. Person du ihr
3. Person er(maskulin) sie
sie (feminin)
es (neutrum)
Sie(Höflichkeitsform) Sie (Höflichkeitsform) >>Höflichkeitsform = bentuk sopan

Konjugation Präsens I
Singular Plural
1. Person ich geh-e wir geh-en
2. Person du geh-st ihr geh-t
3. Person er geh-t sie geh-en
sie geh-t
es geh-t
Sie geh-en Sie geh-en

Konjugation Präsens II (sein)
Singular Plural
1. Person ich bin wir sind
2. Person du bist ihr seid
3. Person er ist sie sind
sie ist
es ist
Sie sind Sie sind

Konjugation Präsens III (haben}
Singular Plural
1. Person ich habe wir haben
2. Person du hast ihr habt
3. Person er hat sie haben
sie hat
es hat
Sie haben Sie haben

Station lernen sebagai media pembelajaran bahasa jerman

“Stationenlernen” sebagai Salah Satu Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa Jerman

Oleh: Pepen Permana *)

Abstrak

Inovasi dalam pembelajaran dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas pembelajaran serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Dewasa ini banyak metode-metode pembelajaran inovatif yang ditawarkan, salah satunya adalah ‘Stationenlernen’, yakni sebuah metode belajar, di mana siswa belajar secara mandiri dengan bantuan bahan-bahan yang telah disiapkan dan disusun dalam beberapa stasiun (Stationen). ‘Stationenlernen’ menawarkan sebuah proses pembelajaran terbuka, mandiri, dan interaktif.

Kata kunci: pembelajaran, stationenlernen, belajar mandiri


A. Pendahuluan

Interaksi antarmanusia dapat terjadi dalam berbagai segi kehidupan di belahan bumi, baik dibidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik budaya, dan sebagainya. Interaksi di bidang pendidikan dapat diwujudkan melalui interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan masyarakat, guru dengan guru, guru dengan masyarakat disekitar lingkungannya.

Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Dengan demikian proses interaksi siswa merupakan suatu hal yang dapat dibina dan bagian dari proses pembelajaran.

Pembelajaran memiliki dua karakteristik, yaitu: pembelajaran melibatkan proses berpikir; dan proses pembelajaran. keduanya membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa demi mengkonstruksi pengetahuan yang diperoleh.

Proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan oleh siswa baik didalam maupun diluar kelas, dan dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa diharapkan mereka mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman- temannya secara baik dan bijak. Dengan intensitas yang tinggi serta kontinuitas belajar secara berkesinambungan diharapkan proses interaksi sosial sesama teman dapat tercipta dengan baik dan pada gilirannya mereka saling menghargai dan menghormati satu sama lain walaupun dalam perjalanannya mereka saling berbeda pendapat yang pada akhirnya mereka saling menumbuhkan sikap demokratis antar sesama.

Seiring dengan pergeseran paradigma metodologi pendidikan saat ini dari behaviourisme ke konstruktivisme, maka seorang tenaga pendidik/guru dituntut memiliki syarat dan kompetensi untuk dapat melakukan suatu perubahan dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Guru dituntut lebih kreatif, inovatif, tidak merasa sebagai teacher center, menempatkan siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi juga sebagai subjek belajar dan pada akhirnya bermuara pada proses pembelajaran yang menyenangkan, bergembira, dan demokratis yang menghargai setiap pendapat sehingga pada akhirnya substansi pembelajaran benar-benar dihayati.

Pembelajaran dari kacamata konstruktivisme adalah sebuah proses interaktif, di mana guru dan siswa terlibat dalam satu kejadian yang sama, tapi dari perspektif yang berbeda. Melalui konstruksi, rekonstruksi, dan dekonstruksi maka lahirlah kemajuan dalam belajar. Konstruksi bisa berarti penemuan atau pembentukkan pengetahuan, rekonstruksi bermakna penemuan kembali atau pengujian pengetahuan, dan dekonstruksi adalah pengungkapan, penelaahan, dan penolakan pengetahuan.

Dari pandangan konstruktivisme siswa haruslah juga turut serta merencanakan proses pembelajaran. Siswa berhak untuk membentuk pengetahuannya secara terus menerus melalui pembelajaran. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa, artinya bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Siswa tidak dianggap sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Jika pembelajar dianggap demikian, maka tidak akan ada ruang bagi siswa untuk dapat menentukan sesuai keinginan sendiri dan segala sesuatunya menjadi tanggung jawab sang guru. Tapi jika si botol itu ternyata tidak terisi penuh, seringkali guru bukannya menyalahkan pada diri sendiri sebagai pengajar, bukan menyalahkan anggapan siswa sebagai botol tadi atau menyalahkan pada metode mengajarnya, tapi malah menyalahkannya pada si siswa sendiri. Guru hendaknya berperan sebagai moderator dan visioner yang memahami siswa. Guru adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang lebih banyak, bukan yang lebih baik.

Beberapa karakteristik pokok metode pembelajaran yang berdasarkan konstruktivisme antara lain:

1. Metode tersebut memungkinkan pembelajaran yang diorganisir sendiri dengan menekankan kemandirian.

2. Pembelajaran yang berhasil dapat diulangi dan direkonstruksi.

3. Guru dan siswa bersama-sama menganalisis dan merencanakan pembelajaran.

4. Terdapat feedback kualitatif dan penilaian yang sistematis.

5. Terdapat beragam cara/teknik untuk mengajar.

Dari sekian metode belajar yang ada, salah satunya adalah Stationenlernen yang memiliki karakteristik sebagaimana disebutkan di atas. Stationenlernen mengedepankan kemandirian siswa dalam membentuk proses pembelajaran. Metode ini juga memiliki banyak contoh teknik mengajar yang sesuai dengan didaktik konstruktivisme. Dalam hal perencanaan pembelajaran bersama, dalam metode ini memang sedikit kurang terlihat. Begitu juga mengenai penilaian yang sistematis, hal tersebut dipandang agak sulit dilaksanakan, karena Stationenlernen sangat menekankan pada kerja dalam kelompok. Meski demikian, perlu ditekankan bahwa dengan tidak berpijak pada teori konstruktivisme pun, Stationenlernen menawarkan suatu proses pembelajaran yang menyenangkan dan melibatkan siswa secara penuh. Hal tersebut bisa dipahami, karena setiap pembelajar (setidaknya usia anak-anak hingga remaja) memiliki kecenderungan untuk belajar secara aktif dan menyenangkan.

Sesuai dengan pernyataan di atas, pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa langsung sangat dijunjung tinggi dalam pembelajaran bahasa asing, dalam hal ini bahasa Jerman. Pengajaran bahasa Jerman yang mengutamakan keaktifan siswa menuntut belajar yang melibatkan otak, hati, dan tangan, dengan kata lain belajar tidak hanya melibatkan otak atau logika saja, melainkan juga keseluruhan kemampuan yang dimiliki seorang manusia yaitu yang berhubungan dengan pikiran, moral, sosial, dan keterampilan tangan.

Tuntutan untuk aktif dalam pembelajaran bahasa Jerman sejalan dengan apa yang ditawarkan oleh Stationenlernen. Akan tetapi berdasarkan pengamatan dan pengalaman di lapangan mengenai kondisi pembelajaran bahasa Jerman di Indonesia, khususnya di Bandung, sangatlah jarang ditemui penggunaan metode Stationenlernen ini. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai penerapan Stationenlernen sebagai sebuah inovasi dalam pembelajaran bahasa Jerman dan sebuah metode yang mendukung kemandirian siswa dalam belajar.



B. Pembahasan

1. Pengertian Stationenlernen

Stationenlernen, sering disebut juga dengan Lernen an Stationen, Stationenbetrieb atau Lernzirkel, adalah sebuah metode belajar, di mana siswa belajar secara mandiri dengan bantuan bahan-bahan yang telah disiapkan dan disusun dalam beberapa stasiun (Stationen). Prinsip Stationenlernen ini pertama kali dikembangkan oleh dua orang berkebangsaan Inggris, Morgan dan Adamson, pada tahun 1952. Kedua orang ini mengembangkan suatu sistem pelatihan untuk olahraga prestasi yang disebut dengan Circuit atau dalam bahasa Jerman disebut “Zirkeltraining” (pelatihan dalam lingkaran). Dibandingkan dengan metode pelatihan konvensional, bentuk pelatihan seperti ini mempunyai keunggulan tertentu, karena setiap pembelajar atau kelompok belajar dapat berlatih dalam waktu bersamaan dan dalam tempo belajar yang sesuai dengan kemampuan mereka. Sistem pelatihan olahraga tersebut kemudian diterapkan di sekolah-sekolah di Jerman. Sejak tahun 1987 bentuk belajar terbuka ini diadaptasi menjadi bentuk belajar yang bersifat permainan dan diterapkan dalam mata pelajaran lainnya, termasuk dalam pengajaran bahasa Jerman, yang kini dikenal dengan sebutan “Stationenlernen” (belajar melalui stasiun-stasiun tertentu).

Dalam Stationenlernen siswa mendapat serangkaian tugas-tugas yang harus dikerjakan, yang terdiri dari tugas wajib dan tugas pilihan. Semua tugas-tugas tersebut disusun sedemikian rupa dalam beberapa stasiun belajar. Tugas utama disimpan di stasiun utama, dan tugas-tugas pilihan dapat dikerjakan siswa di stasiun antara. Para siswa memiliki pilihan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut dalam waktu tertentu yang disusun berdasar pembagian waktu, urutan tugas, dan bentuk sosial. Tugas-tugas tersebut meliputi (1) tugas wajib yang harus dikerjakan dan diselesaikan yang berisikan tugas mengenai bahan yang baru dipelajari, pemantapan atau latihan, dan (2) tugas pilihan yang tidak wajib dikerjakan dan berisi materi perluasan, pendalaman, ataupun pengulangan.

Bentuk-bentuk tugas-tugas yang berbeda, seperti merangkai sesuatu, menulis, membaca, menyimak, melihat, kerja komputer, bermain, dan sebagainya, diatur untuk bisa dikerjakan siswa secara bergantian. Guru mendampingi siswa dalam proses pembelajaran tersebut dan memberikan bantuan petunjuk untuk langkah-langkah pembelajaran selanjutnya. Para siswa beraktifitas dalam suatu kegiatan pembelajaran terbuka dan belajar untuk melakukan kontrol pribadi (ketepatan, pengenalan kesalahan), perencanaan pengaturan waktu, penilaian mandiri dan refleksi dari setiap langkah-langkah pembelajaran, perencanaan dan pelaksanaan tiap langkah selanjutnya, dan pengambilalihan tanggung jawab, sehingga dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk dapat merencanakan dan mengolah pengetahuan sendiri.

Dalam bentuk belajar seperti ini bahan pelajaran dipilih berdasarkan suatu tema tertentu yang disusun dalam bentuk tugas-tugas atau pertanyaan-pertanyaan yang disebarkan dalam beberapa stasiun belajar. Pada setiap stasiun disediakan juga kunci jawaban dalam amplop tertutup yang dapat dilihat setelah siswa menyelesaikan tugas di stasiun tersebut. Semua jawaban dari tugas yang harus diselesaikan oleh siswa di setiap stasiun disusun dalam suatu lembar kerja yang disebut dengan Laufszettel yang dibagikan kepada setiap individu atau kelompok. Setiap siswa atau kelompok yang bisa terdiri dari dua orang atau lebih dapat memilih stasiun mana yang akan mereka kunjungi terlebih dahulu. Dalam satu putaran Stationenlernen dapat dipersiapkan beberapa stasiun utama dan satu atau lebih stasiun pendukung atau stasiun antara. Stasiun antara disinggahi hanya apabila stasiun utama yang akan disinggahi selanjutnya sedang terisi. Jawaban pertanyaan dari stasiun antara tidak dimasukkan ke dalam Laufszettel. Tugas yang terdapat di stasiun antara biasanya berupa tugas atau pertanyaan yang lebih mudah diselesaikan.

Stationenlernen merupakan sebuah bentuk belajar terbuka berdasarkan prinsip belajar mandiri yang dikembangkan menjadi belajar yang bersifat permainan, belajar menemukan serta bertindak sendiri. Tujuan dari pembelajaran terbuka adalah untuk mengolah isi, perilaku sosial, pengaturan mandiri, belajar yang menyenangkan, pelaksanaan bentuk pembalajaran yang baru dengan berlandaskan prinsip “learning by doing”, dan untuk mendidik kemandirian.

Aspek utama dalam prinsip belajar terbuka adalah pembelajaran mandiri dan terarah yang berorientasi pada tujuan, bentuk kontrol yang beragam (kontrol mandiri, partner, atau kontrol dari guru), bentuk sosial yang berbeda-beda (mandiri, berdua, atau dalam kelompok yang terdiri dari lebih dari dua orang), dan juga cara penyajian tugas yang beragam.

Secara keseluruhan tugas-tugas dan bahan-bahan yang diberikan bisa membentuk suatu daya pembeda bagi para siswa berdasarkan tingkat kesulitan, minat dan bakat. Elemen yang yang terkandung dalam pembelajaran terbuka adalah kontrol mandiri, artinya bahan atau materi yag disajikan memungkinkan siswa untuk menguji atau mengecek langsung hasil kerjanya sendiri. Guru bebas menentukan siswa bekerja secara individu atau kelompok dan untuk merespon setiap pertanyaan dan masalah yang dimiliki siswa.

Beberapa pokok-pokok yang dapat menjadi pertimbangan agar pembelajaran bisa bermakna, antara lain pertimbangan terhadap tingkat kesulitan bagaimana yang setidaknya harus dikerjakan; stasiun yang mana yang benar-benar harus diselesaikan dan mana yang bebas dipilih; stasiun yang mana merekonstruksi stasiun lain; dan sebagainya. Sebuah bentuk yang khusus dalam prinsip belajar terbuka ini adalah “lingkaran belajar” (Lernzirkel), di mana terdapat keterkaitan dari satu stasiun dengan stasiun lainnya, sehingga para siswa harus dapat melalui semuanya. Stasiun tersebut saling merekonstruksi satu sama lainnya dan melayani pencapaian keseluruhan tujuan pembelajaran

Stationenlernen secara khusus disarankan dalam rangka pendalaman pengetahuan (tujuan pembelajaran: mengenali), latihan (tujuan pembelajaran: menguasai) dan dalam wird besonders empfohlen zur Vertiefung von Wissen (Lernziel „Kennenlernen“), zur Einübung (Lernziel „Beherrschen“) und im Rahmen von fächerübergreifendem Unterricht. Banyaknya bahan reDie vielen Vorzügen werden allerdings nur durch einen hohen Material- und Vorbereitungsaufwand erreicht.



2. Unsur-unsur Stationenlernen

Elemen-elemen yang terkandung dalam Stationenlernen antara lain:

a. Tema dan tujuan pembelajaran yang sesuai,

b. Ruang pembelajaran (ruang kelas atau sejenisnya),

c. Kelompok belajar siswa,

d. Minimal seorang guru,

e. Tugas-tugas/instruksi yang harus dilakukan siswa,

f. Bahan atau materi yang harus dikerjakan dan bantuan pengerjaan dari setiap tugas,

g. Beberapa stasiun belajar (tempat-tempat tertentu di mana terdapat setiap tugas yang diberikan),

h. Tempat kerja untuk semua siswa,

i. Laufzettel atau lembar kerja siswa, di mana setiap siswa dapat menandai setiap stasiun yang telah ia lewati,

j. Bongkar pasang, persiapan, dan penilaian, dan tentu saja waktu istirahat.

Beberapa unsur berikut juga bisa ditambahkan dalam Stationenlernen:

a. Sebuah jurnal kerja bagi setiap peserta, agar mereka dapat melaporkan pertanggungjawaban belajar masing-masing dalam jurnal tersebut dengan bantuan beberapa pertanyaan bantuan,

b. Sebuah map dokumen atau portofolio untuk mengumpulkan semua hasil kerja,

c. Sebuah sistem bantuan, yakni sebuah struktur yang memungkinkan siswa untuk meminta atau memperoleh saran atau bantuan.



3. Perencanaan dan Pelaksanaan Stationenlernen

Dalam Stationenlernen terdapat enam fase, yakni:

a. (Fase 1) Perencanaan dan konsepsi

Stationenlernen adalah metode pembelajaran yang intensif dengan perencanaan. Keberhasilan Stationenlernen sangat tergantung pada kualitas persiapan. Pada fase ini terdapat beberapa penetapan sebagai berikut:

1) Pemilihan tema

Berkisar tentang tema apakah pembelajaran yang akan dilakukan? Apakah tema tersebut cocok dengan Stationenlernen? Apakah tema itu cocok juga dengan sub-tema yang terdapat di setiap stasiun?

2) Tujuan pembelajaran

Apakah pembelajaran mengenai pendalaman/latihan dari yang sudah dipelajari, ataukah berisi tentang penutup/kesimpulan sebuah tema yang relative baru?

3) Struktur pengantar dan tujuan tiap bagian

Tujuan apa yang akan diraih dalam proses pembelajaran? Bagaimana keterkaitan tujuan tiap bagian satu sama lain dan keterkaitannya dengan tema? Apakah dituntut suatu urutan belajar tertentu? Bagaimana instruksi belajar dikelompokkan?

4) Tujuan tambahan

Haruskah kompetensi tambahan yang sesuai dengan tema dilatih? Tujuan tambahan tersebut harus benar-benar dipertimbangkan pada saat penyusunan instruksi belajar.

5) Syarat-syarat pembelajar

Kemampuan dan keterampilan apa yang harus sduah dimiliki siswa sebelumnya? Bagaimana tingkat kesulitan instruksi pembelajaran harus ditentukan?

6) Konsep penilaian

Tujuan prestasi apa yang akan ditetapkan? Bagaimana hasil kerja siswa diperiksa dan dinilai?

7) Perencanaan waktu dan tempat.

Berapa lama fase pelaksanaan Stationenlernen dilakukan dan di mana tempat pelaksanaannya?

Fase ini seringnya dilakukan oleh para guru, akan tetapi siswa juga dapat dilibatkan dalam fase perencanaan ini, jika usia dan pengalaman mereka sudah cukup untuk bisa dilibatkan. Siswa dapat terlibat dalam penentuan tema dan kriteria penilaian.

b. (Fase 2) Persiapan praktis

Konsep yang telah ditentukan kemudian diterjemahkan dan diterapkan dalam ruang belajar. Berikut urutan persiapan praktis tersebut:

1) Pengumpulan bahan/materi

Bahan apa saja yang dibutuhkan? Bahan apa yang tersedia?

2) Formulasi instruksi

Tujuan pembelajaran yang telah diformulasikan sebelumnya harus diterapkan dalam instruksi kerja.

3) Bantuan

Di mana siswa dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan? Kepada siapa siswa dapat menanyakannya? Bagaimana bantuan tersebut tersedia bagi siswa?

4) Alat bantu kerja

Lembar kerja, jurnal kerja, map dokumen, tanda/gambar yang dibutuhkan, dan sebagainya harus sudah tersedia.

5) Penyusunan

Stasiun belajar disusun dan diatur, tugas-tugas diletakkan di tempatnya, tempat belajar dipersiapkan, dan sebagainya.

c. (Fase 3) Perkenalan

Minimal dalam fase ini semua yang terlibat memahami bagaimana fungsi Stationenlernen yang akan dilaksanakan. Tema, tujuan pembelajaran, dan aturan kerja harus sudah jelas. Untuk itu harus disediakan waktu untuk mengenali dan betul-betul memahami setiap stasiun beserta tugas-tugas yang terdapat di dalamnya. Para siswa harus mengenali dan dapat menggunakan alat bantu kerja dan bantuan yang disediakan.

d. (Fase 4) Pelaksanaan (siswa melakukan aktifitas di setiap stasiun belajar)

Para siswa menempatkan diri pada setiap stasiun belajar dan mengerjakan tugas yang telah disediakan. Seringkali kegiatan tersebut dilakukan dalam urutan yang bebas pilih. Dengan bantuan lembar kerja (Laufzettel) yang siswa miliki mereka dapat mencatat stasiun mana yang telah dilewati dan mana yang akan dimasuki. Dalam hal yang paling sederhana, siswa dalam waktu yang diberikan harus melalui beberapa stasiun tertentu dengan urutan sekehendak hati. Jika telah terstruktur stasiun belajar dapat disusun secara berjenjang. Misalnya siswa mulai dari Stasiun A, dan memilih untuk memasuki tiga stasiun dari stasiun A1 hingga A6. Jika siswa sudah melakukannya, maka kemudian bisa melanjutkan ke Stasiun B. Fase keempat ini seringkali selesai dalam waktu satu atau dua jam.

Apabila stasiun belajar dilaksanakan dalam bentuk kelompok, maka tugas yang tersedia harus menawarkan sistem rotasi. Para kelompok bertukar stasiun setelah waktu yang ditetapkan. Dalam hal ini setiap stasiun harus disusun sedemikan rupa agar setiap tugas di masing-masing stasiun dapat yang diselesaikan dalam durasi waktu yang sama. Hasil kerja dikumpulkan per kelompok, tapi tiap stasiun tidak lagi bisa dimasuki dengan urutan tertentu, karena setiap kelompok harus menyelesaikan seluruh stasiun.

e. (Fase 5) Kontrol hasil dan presentasi

Salah satu ciri proses pembelajaran yang berhasil adalah adanya pengujian dan pengumuman hasil belajar. Kapan pengujian ini dilakukan, oleh siapa dan dengan konsekuensi apa, dalam Stationenlernen terdapat banyak ruang untuk melakukannya. Dalam fase kelima ini siswa baik secara individu maupun bersama-sama dapat menilai sendiri hasil kerjanya, mendeskripsikannya dan mengaitkannya dengan hubungan yang lebih luas. Dalam skala kecil tahap ini dapat berlangsung pada setiap penyelesaian tugas, di mana siswa dapat memajang hasil kerja mereka dalam jurnal kerja dan menjawab beberapa pertanyaan. Dalam beberapa jenis tugas bisa lebih bermakna apabila tersedia kemungkinan untuk mengkoreksi secara langsung. Dalam hal yang lain sudah dirasakan cukup apabila dalam skala yang lebih besar tahap ini dilakukan setelah semua fase kerja selesai dilaksanakan. Presentasi hasil kerja yang terbuka bisa juga dilakukan oleh guru.

Stationenlernen menekankan siswa untuk menilai secara kritis cara kerja dan kemajuan belajar mereka sendiri. Penilaian prestasi klasik oleh guru bisa saja tidak sesuai dengan tujuan di sini. Akan tetapi masih ada kemungkinan untuk melakukan penilaian dengan cara tersebut dalam metode Stationenlernen ini. Dalam pembelajaran secara berkelompok diperlukan adanya pemberian umpan balik/feedback dan jika mungkin menempatkan tim refleksi.

f. (Fase 6) Penilaian

Fase penilaian ini idealnya dilakukan oleh guru bersama-sama dengan siswa. Segalanya harus jelas, bagaimana pembelajaran bagi siswa dan pengajaran bagi guru berhasil. Beberapa pertanyaan berikut bisa menjadi pedoman:

1) Bagaimana Stationenlernen memperlakukan siswa?

2) Bagaimana Stationenlernen memperlakukan guru?

3) Apakah kegiatannya menyenangkan?

4) Apa yang secara khusus menarik?/Apa yang lancar dilakukan?

5) Apa yang dirasakan sulit? Apa yang tidak berhasil?

6) Apakah alat batu digunakan?

7) Bagaimana kualitas hasilnya?

8) Apakah tujuan pembelajaran tercapai? Tujuan mana yang tidak tercapai dan mengapa?

9) Apa yang harus diubah dan bagaimana?

10) Di mana pembelajaran bisa dilanjutkan?

11) Apakah ada saran untuk stasiun atau tema selanjutnya?

4. Stationenlernen dalam Pembelajaran Bahasa Jerman

Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Kegiatan belajar mengajar itu sendiri melibatkan beberapa komponen, yaitu siswa, guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi.

Dalam pembelajaran bahasa setidaknya siswa diharapkan untuk dapat menggunakan tiga fungsi utama bahasa, yaitu: (1) deskriptif, (2) ekspresif, dan (3) sosial. Fungsi deskriptif bahasa adalah untuk menyampaikan informasi faktual. Fungsi ekspresif ialah memberi informasi mengenai pembicara itu sendiri, mengenai perasaan-perasaannya, kesenangannya, prasangkanya, dan pengalaman-pengalamannya yang telah lewat. Fungsi sosial bahasa ialah melestarikan hubungan-hubungan sosial antarmanusia. Dalam berbahasa, ketiga fungsi tersebut sering bertumpang tindih, khususnya fungsi ekspresif dan sosial.

Pembelajaran bahasa menekankan pada kemampuan siswa mengekspresikan fungsi-fungsi bahasa sejalan dengan tujuan pembelajaran bahasa yang mengembangkan kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif adalah penguasaan secara naluri yang dipunyai seorang penutur sejati untuk menggunakan dan memahami bahasa secara wajar dalam proses berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain, dan dalam hubungannya dengan konteks sosial.

Sejalan dengan pendekatan komunikatif dan interaktif dalam pembelajaran bahasa, dalam hal ini bahasa Jerman, Stationenlernen dipandang cocok untuk diterapkan karena karakteristiknya yang menekankan interaksi dan bersifat permainan. Dalam hal ini guru dituntut unuk dapat memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa yang langsung berhubungan dengan aspek pembelajaran menulis, kosakata, berbicara, membaca, dan kebahasaan. Materi pelajaran bahasa Jerman yang cocok diterapkan dalam Stationenlernen di antaranya pengulangan dan pemantapan kosakata, struktur tata bahasa, pengolahan teks, Landeskunde (tema-tema yang berhubungan dengan Negara dan budaya Jerman), teks sastra, dan sebagainya.

Tugas-tugas Aplikom


BAHAYA ROKOK


Mungkin semua orang sudah tahu kalau rokok berbahaya ntuk kesehatan. Tetapi nyatanya setiap tahun jumlah pecandu rokok di Indonesia terus bertambah. Data terbaru menyebutkan bahwa 31.4 persen penduduk Indonesia merokok, dan 4.83 persen diantaranya adalah wanita.

Benda kecil berbahan utama tembakau ini memang menimbulkan efek adiktif (ketagihan) bagi tubuh karena mengandung zat nikotin. Walau adiktif yang dikandung rokok tidak seberat adiktif pada narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba), zat adiktif rokok sangat sulit dilepaskan.

Menyambut hari Anti Tembakau Sedunia, ada baiknya kita mengenali kembali apa saja bahaya yang terkandung dalam sebata
ng rokok. Antara lain kanker paru, jantung, infertilitas, gangguan reproduksi, kulit keriput, kanker leher rahim dan pada ibu yang merokok bisa menyebabkan abortus dan kematian janin.